
Timur Tengah terkenal dengan warisan budayanya yang kaya, industri pariwisata yang berkembang pesat, dan penawaran perjalanan yang mewah. Karena negara-negara di kawasan ini terus mendiversifikasi ekonomi mereka dan meningkatkan infrastruktur pariwisata mereka, mereka juga mengeksplorasi cara-cara baru untuk menghasilkan pendapatan. Pada tahun 2025, beberapa negara di Timur Tengah telah memperkenalkan atau memperbarui pajak terkait pariwisata sebagai bagian dari strategi ekonomi mereka yang lebih luas. Perubahan ini mencerminkan ekosistem pariwisata yang terus berkembang, yang dirancang untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan sekaligus memenuhi tuntutan dunia yang semakin mengglobal.
1. Uni Emirat Arab: Pendekatan Pajak Pariwisata yang Pionir
Uni Emirat Arab (UEA) telah lama menjadi pelopor di sektor pariwisata, dan tahun 2025 menandai kelanjutan kebijakan pajaknya yang inovatif. Di antara perubahan yang paling menonjol adalah Biaya Dirham Pariwisata di Dubai, yang berlaku untuk menginap di hotel. Biaya ini bervariasi tergantung pada klasifikasi hotel, yang mencerminkan komitmen negara untuk memberikan pengalaman premium bagi semua wisatawan. Biaya Dirham Pariwisata berkisar antara AED 7 hingga AED 20 per kamar per malam dan berlaku untuk menginap hingga 30 malam berturut-turut.
Pajak ini diberlakukan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur pariwisata sekaligus mempertahankan layanan berkualitas tinggi di seluruh sektor perhotelan Dubai yang ramai. Dana yang dihasilkan dari pungutan ini digunakan untuk meningkatkan fasilitas pariwisata dan mendorong pembangunan berkelanjutan di sektor tersebut. Penting untuk dicatat bahwa meskipun biayanya mungkin tampak kecil per malam, biaya tersebut terakumulasi secara signifikan untuk masa inap yang lebih lama dan properti mewah.
Selain itu, biaya pariwisata sebesar 6% dikenakan pada akomodasi hotel di UEA. Langkah ini dimaksudkan untuk melengkapi reformasi pajak yang lebih luas di negara tersebut dan memastikan bahwa sektor pariwisata terus menghasilkan pendapatan untuk mendukung layanan dan infrastruktur publik. Pemerintah UEA sangat ingin menyeimbangkan diversifikasi ekonomi dengan mempertahankan pengalaman wisata kelas dunia, dan pajak ini merupakan bagian penting dari upaya tersebut.
Implikasi bagi Wisatawan dan Pengusaha Hotel
Bagi wisatawan, pajak baru ini berarti biaya akomodasi yang sedikit lebih tinggi, terutama untuk masa menginap yang lebih lama atau pemesanan hotel mewah. Namun, peningkatan ini relatif minimal dibandingkan dengan destinasi global lainnya. Para pelaku bisnis perhotelan di UEA diharapkan untuk terus menyediakan layanan terbaik, karena pendapatan yang dihasilkan akan diinvestasikan kembali ke infrastruktur pariwisata, sehingga pengalaman tersebut menjadi lebih menarik di masa mendatang.
2. Arab Saudi: Babak Baru dalam Perpajakan Pariwisata
Arab Saudi, di bawah inisiatif Visi 2030, telah mengubah sektor pariwisatanya menjadi pusat kekuatan global. Pada tahun 2025, Kerajaan memperkenalkan skema pengembalian PPN baru sebesar 15% untuk wisatawan yang memenuhi syarat atas barang-barang tertentu yang dibeli selama mereka tinggal. Program pengembalian PPN ini berlaku untuk produk yang dibeli untuk penggunaan pribadi dan bertujuan untuk menarik lebih banyak pengunjung internasional dengan memberikan insentif finansial. Pengembalian PPN diproses oleh penyedia layanan resmi yang memverifikasi kelayakan dan mengelola proses klaim.
Meskipun ini merupakan perkembangan positif bagi wisatawan, penting untuk dicatat bahwa produk tertentu dikecualikan dari program pengembalian dana, termasuk kendaraan, produk tembakau, dan makanan. Pengecualian ini merupakan keputusan strategis untuk mendorong belanja dalam kategori tertentu dan menghindari pengembalian PPN atas barang-barang penting.
Keputusan Arab Saudi untuk memberlakukan pengembalian PPN sejalan dengan praktik pajak global dan diharapkan dapat merangsang belanja ritel, yang akan menguntungkan ekonomi lokal. Skema ini juga berfungsi sebagai daya tarik tambahan bagi wisatawan internasional yang ingin menjelajahi berbagai penawaran pariwisata baru di Kerajaan tersebut, mulai dari kekayaan arkeologi hingga resor mewah modern.
Implikasi bagi Turis dan Pengecer
Bagi wisatawan, pengembalian PPN menawarkan kesempatan untuk mendapatkan kembali sebagian pajak yang dibayarkan atas pembelian, sehingga membuat Arab Saudi lebih menarik sebagai tujuan belanja. Pengecer di Kerajaan perlu bekerja sama erat dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa transaksi mereka memenuhi syarat untuk pengembalian PPN, yang akan menambah kerumitan administratif tetapi juga membuka jalan baru bagi perdagangan internasional.
3. Qatar: Stempel Pajak Digital dan Perjuangan Melawan Perdagangan Ilegal
Qatar telah secara konsisten memposisikan dirinya sebagai pusat bisnis dan pariwisata global. Pada tahun 2025, negara ini memperkenalkan Sistem Stempel Pajak Digital untuk barang kena cukai, khususnya produk tembakau, guna memerangi perdagangan ilegal dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang perpajakan. Sistem inovatif ini melibatkan pemberian stempel digital unik pada barang kena cukai, yang diaktifkan secara elektronik, sehingga memungkinkan pihak berwenang melacak dan memverifikasi produk dari produksi hingga penjualan.
Pengenalan Stempel Pajak Digital merupakan langkah penting dalam upaya Qatar yang lebih luas untuk memodernisasi sistem pajak dan regulasinya. Dengan mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pengumpulan pajak, Qatar bertujuan untuk mempermudah baik bagi pelaku bisnis maupun konsumen untuk mematuhi regulasi pajak sekaligus mengatasi masalah seperti penyelundupan dan barang palsu.
Dampak bagi Wisatawan dan Bisnis Lokal
Wisatawan yang membeli tembakau dan barang kena cukai lainnya kini perlu mengetahui sistem stempel pajak baru, dengan memastikan mereka hanya membeli dari gerai resmi. Bagi bisnis lokal, penerapan sistem ini memerlukan investasi dalam teknologi dan pelatihan staf. Namun, manfaat jangka panjang, termasuk berkurangnya perdagangan ilegal dan peningkatan kepatuhan pajak, akan meningkatkan stabilitas ekonomi dan infrastruktur pariwisata negara secara signifikan.
4. Oman: Fokus pada Pembangunan Berkelanjutan dengan Pajak Pariwisata 4%
Oman, yang terkenal akan kekayaan sejarahnya dan bentang alamnya yang masih alami, juga telah memberlakukan pajak pariwisata sebesar 4% pada restoran dan hotel yang berlokasi di kawasan wisata tertentu. Pajak tersebut berlaku untuk bisnis yang beroperasi berdasarkan perjanjian waralaba dan bisnis yang berlokasi di kawasan tertentu dengan lalu lintas wisatawan yang tinggi.
Pajak ini ditujukan untuk mendukung inisiatif pariwisata berkelanjutan di Oman, mendanai proyek pelestarian warisan lokal, dan memastikan bahwa sektor pariwisata terus berkembang dengan cara yang menguntungkan ekonomi dan lingkungan. Dana yang terkumpul dari pungutan ini akan digunakan untuk meningkatkan fasilitas dan mempromosikan pariwisata di seluruh Kesultanan, sehingga menjadikannya destinasi yang semakin menarik bagi pengunjung internasional.
Implikasi bagi Wisatawan dan Pengusaha Hotel
Bagi wisatawan, pajak pariwisata sebesar 4% berarti biaya tambahan untuk biaya makan dan akomodasi. Meskipun kenaikan ini relatif kecil, kenaikan ini dapat bertambah seiring dengan lamanya waktu menginap. Bagi operator hotel dan restoran, pajak ini merupakan bagian dari dorongan yang lebih luas untuk pertumbuhan berkelanjutan di sektor pariwisata. Mereka perlu memastikan bahwa peningkatan pendapatan dari pajak digunakan secara bijaksana untuk meningkatkan pengalaman wisatawan, sambil tetap mempertahankan harga yang kompetitif bagi pelanggan.
5. Bahrain: Retribusi Pariwisata Baru untuk Mendukung Pengembangan Perhotelan
Bahrain, negara kepulauan yang kecil namun dinamis, telah memberlakukan pungutan pajak sebesar BHD 3 per kamar per hari untuk akomodasi hotel, yang berlaku mulai 1 Mei 2024. Meskipun pajak tersebut mulai berlaku sedikit lebih awal, penerapan penuhnya pada tahun 2025 menandakan komitmen Bahrain untuk mengembangkan sektor pariwisata dan meningkatkan infrastruktur. Pungutan ini dirancang untuk meningkatkan kualitas layanan yang tersedia bagi pengunjung internasional dan mendanai peningkatan penawaran perhotelan lokal.
Pemungutan pajak ini sangat penting karena Bahrain ingin menarik lebih banyak wisatawan internasional, memanfaatkan kekayaan budayanya dan lokasinya yang strategis di Teluk. Dana yang terkumpul dari pajak pariwisata ini akan digunakan untuk memperkuat infrastruktur pariwisata dan memberikan pengalaman yang lebih lancar bagi wisatawan.
Implikasi bagi Wisatawan dan Pengusaha Hotel
Wisatawan yang menginap di hotel-hotel di Bahrain kini akan mengalami sedikit kenaikan biaya akomodasi. Meskipun pungutan ini mungkin tampak kecil, ini merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk memodernisasi sektor perhotelan. Bagi para pelaku bisnis perhotelan, ini merupakan kesempatan untuk berinvestasi kembali pada properti mereka dan memastikan bahwa penawaran pariwisata negara tersebut tetap kompetitif dan menarik bagi wisatawan global.
6. Kuwait: Penyesuaian Praktik Perpajakan Global
Meskipun Kuwait belum memberlakukan pajak khusus turis pada tahun 2025, negara tersebut telah menerapkan Pajak Tambahan Minimum Domestik (DMTT) untuk perusahaan multinasional (MNE) dengan pendapatan tahunan gabungan sebesar €750 juta atau lebih. Pajak sebesar 15% ini, yang berlaku mulai 1 Januari 2025, menyelaraskan Kuwait dengan kerangka pajak global OECD. Meskipun pajak ini tidak secara langsung memengaruhi turis, pajak ini merupakan bentuk komitmen Kuwait yang lebih luas untuk memodernisasi sistem pajaknya dan berpartisipasi dalam inisiatif pajak global.
Dampak bagi Bisnis dan Perekonomian
Bagi bisnis yang beroperasi di Kuwait, penyesuaian pajak ini mencerminkan tren global menuju sistem pajak yang lebih kuat dan transparan. Meskipun wisatawan mungkin tidak merasakan dampak langsung, perusahaan multinasional yang beroperasi di Kuwait akan terpengaruh oleh pungutan baru ini. Hal ini dapat menyebabkan biaya operasional yang lebih tinggi bagi perusahaan internasional, yang secara tidak langsung dapat memengaruhi harga produk dan layanan yang tersedia bagi wisatawan.
Perkembangan Pajak Pariwisata di Timur Tengah
Pemberlakuan pajak pariwisata baru pada tahun 2025 di seluruh Timur Tengah mencerminkan pendekatan yang terus berkembang di kawasan tersebut terhadap pariwisata dan diversifikasi ekonomi. Meskipun pajak ini mungkin tampak seperti penyesuaian kecil bagi sebagian orang, pajak ini memainkan peran penting dalam mendanai pembangunan infrastruktur, memastikan pertumbuhan berkelanjutan, dan mendukung masyarakat setempat. Bagi wisatawan, pajak ini merupakan biaya tambahan, tetapi pajak ini juga berkontribusi pada peningkatan layanan dan fasilitas yang berkelanjutan, sehingga menjadikan kawasan ini semakin menarik sebagai tujuan wisata.
Seiring dengan terus berinovasinya Timur Tengah dan memodernisasi kebijakan pariwisatanya, langkah-langkah pajak baru ini niscaya akan membentuk masa depan industri ini. Baik melalui pengembalian PPN di Arab Saudi, stempel pajak digital di Qatar, atau pungutan pariwisata di Bahrain dan Oman, Timur Tengah tengah menyiapkan panggung bagi masa depan pariwisata yang makmur dan berkelanjutan.